Browse » Home » » Korban Konflik Aceh Pertanyakan Dana Kematian
2 Februari 2011
Korban Konflik Aceh Pertanyakan Dana Kematian
Ratusan korban konflik Aceh kembali mempertanyakan penyaluran dana bantuan kematian atau dana Diyat untuk korban konflik di Aceh yang hingga kini belum mereka dapatkan sepenuhnya. Mereka juga mempertanyakan pemotongan dana bantuan itu yang diduga dilakukan oleh Badan Reintegrasi damai Aceh.
Hindon, (52 Tahun) warga Lampisang Aceh Besar, mengaku telah menerima dana itu sebanyak Rp3 juta pada tahun 2007 dari total dana Diyat yang dijanjikan pemerintah sebesar Rp60 juta. Dia juga mempertanyakan pemotongan dana bantuan itu.
“Waktu itu bantuan yang diberikan tiga juga dipotong lima ratus ribu oleh petugas, ada yang juga dipotong sampai satu juta setengah, sekarang saya belum mendapatkan lagi dana bantuan itu,” katanya, saat mendatangi gedung DPR Aceh, Selasa 18 Januari 2010.
Putra Hindon yang berprofesi sebagai petani tewas saat pemberlakukan Darurat Militer di Aceh pada tahun 2003 silam. Dia mengaku telah berulang kali mendatangi BRA untuk meminta haknya sebagai korban konflik.
“Di kampung saya ada juga yang bukan korban sudah dapat bantuan sementara saya yang anak saya meninggal ditembak sampai sekarang belum dapat bantuan,” sebutnya.
Sementara, Nurjannah (40 tahun) korban konflik dari Kuta Cot Glie Aceh Besar juga mengeluhkan hal yang sama. Sejak tiga tahun terakhir dirinya belum mendapatkan dana bantuan korban konflik seperti yang dijanjikan pemerintah Aceh. Dia mengaku sangat membutuhkan dana tersebut untuk mengembangkan usahanya.
“Waktu konflik suami saya meninggal, dia bukan GAM , saya harus membesarkan tiga orang anak saya sendirian, saya sangat membutuhkan bantuan itu,” ujarnya.
Agusta Muchtar, aktivis yang mendampingi korban konflik Aceh menyebutkan, pembagian dana untuk korban konflik Aceh sangat amburadul. Bahkan kata dia, banyak warga yang tidak berhak juga mendapatkan bantuan dana tersebut.
“Data BRA ada sekitar 29.000 orang korban konflik di Aceh yang telah menerima dana bantuan, yang kami dapati dilapangan banyak orang yang tidak berhak menerima dana tersebut,” sebutnya.
Dia juga mengaku mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai pemotongan dana bantuan oleh oknum petuga BRA. Pemotongan tersebut kata Agusta, berkisar antara Rp 500.000 sampai satu juta rupiah.
“Kami berharap penegak hukum mengusut dugaan pemotongan itu," ungkapnya.
Dikonfirmasi, juru bicara BRA, Muhammad Syaiku Ibas membantah bahwa pihaknya telah memotong dana dari korban. "BRA provinsi maupun kabupaten tidak pernah melakukan itu. Bisa jadi itu karena mereka mengurus melalui calo," tambah dia.
Hindon, (52 Tahun) warga Lampisang Aceh Besar, mengaku telah menerima dana itu sebanyak Rp3 juta pada tahun 2007 dari total dana Diyat yang dijanjikan pemerintah sebesar Rp60 juta. Dia juga mempertanyakan pemotongan dana bantuan itu.
“Waktu itu bantuan yang diberikan tiga juga dipotong lima ratus ribu oleh petugas, ada yang juga dipotong sampai satu juta setengah, sekarang saya belum mendapatkan lagi dana bantuan itu,” katanya, saat mendatangi gedung DPR Aceh, Selasa 18 Januari 2010.
Putra Hindon yang berprofesi sebagai petani tewas saat pemberlakukan Darurat Militer di Aceh pada tahun 2003 silam. Dia mengaku telah berulang kali mendatangi BRA untuk meminta haknya sebagai korban konflik.
“Di kampung saya ada juga yang bukan korban sudah dapat bantuan sementara saya yang anak saya meninggal ditembak sampai sekarang belum dapat bantuan,” sebutnya.
Sementara, Nurjannah (40 tahun) korban konflik dari Kuta Cot Glie Aceh Besar juga mengeluhkan hal yang sama. Sejak tiga tahun terakhir dirinya belum mendapatkan dana bantuan korban konflik seperti yang dijanjikan pemerintah Aceh. Dia mengaku sangat membutuhkan dana tersebut untuk mengembangkan usahanya.
“Waktu konflik suami saya meninggal, dia bukan GAM , saya harus membesarkan tiga orang anak saya sendirian, saya sangat membutuhkan bantuan itu,” ujarnya.
Agusta Muchtar, aktivis yang mendampingi korban konflik Aceh menyebutkan, pembagian dana untuk korban konflik Aceh sangat amburadul. Bahkan kata dia, banyak warga yang tidak berhak juga mendapatkan bantuan dana tersebut.
“Data BRA ada sekitar 29.000 orang korban konflik di Aceh yang telah menerima dana bantuan, yang kami dapati dilapangan banyak orang yang tidak berhak menerima dana tersebut,” sebutnya.
Dia juga mengaku mendapatkan laporan dari masyarakat mengenai pemotongan dana bantuan oleh oknum petuga BRA. Pemotongan tersebut kata Agusta, berkisar antara Rp 500.000 sampai satu juta rupiah.
“Kami berharap penegak hukum mengusut dugaan pemotongan itu," ungkapnya.
Dikonfirmasi, juru bicara BRA, Muhammad Syaiku Ibas membantah bahwa pihaknya telah memotong dana dari korban. "BRA provinsi maupun kabupaten tidak pernah melakukan itu. Bisa jadi itu karena mereka mengurus melalui calo," tambah dia.
diposkan oleh:
catatan moeda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar