
Hal itu disampaikan wakil walikota banda aceh, Hj Illiza sa’aduddin djamal, di ruang kerjanya pekan lalu.
Illiza, menambah, Program wisata di kota banda aceh tentunya tidak lepas dari nilai-nilai kultural masyarakat aceh secara umum dan banda aceh secara khusus sebagai daerah yang bersyariat islam, Maka untuk itu pemerintah kota mentata sektor pariwisata yang bernafas islami menjadi program unggulan yang memiliki nilai jual bagi wisatawan luar
Program wisata Islami pun dirancang dalam bentuk kerja sama segitiga, Kota Banda Aceh, Kabapaten Aceh Besar dan Kota Sabang dalam bentuk Basajan yang merupakan singkatan dari Banda Aceh Sabang dan Jantho.
Kami telah membangun komitmen bersama mengembangkan sektor wisata dengan dasar-dasar islami. Namun masih banyak kendala yang terjadi dalam implementasinya, apalagi pemahaman masyarakat terhadap wisata islami masih minim.
Namun kami dari pemerintah daerah kota banda aceh tidak surut semangat untuk program parawisata tetap menjadi program unggulan, apalagi kota banda aceh sedang mencanangkan program visit year 2011.
Ada bebera konsep yang mulai disiapkan, semisal wisata Krueng Aceh. Proyek ini sudah lama digagas dan didukung oeh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh Nias, dengan membangun dua dermaga dan fasilitas kuliner di pinggir sungai, yakni di Keudah (jembatan Peunayong) dan jembatan Beurawe, Banda Aceh. Disamping itu juda dibangun wisata kuliner di Simpang Mesra, Jeulingke, Banda Aceh.
Untuk mendukung wisata air di Kota Banda Aceh tentunya masyarakat di minta dalam menerima dan memperlakukan wisatawan luar dengan baik. Yang sesuai dengan Syariat Islam yang berlaku. Ajak Illiza Sa’aduddin Djamal
Tolak ukur keimanan juga terlihat dari budaya bersih, menjadi daya tarik sendiri bagi wisatawan manca Negara menuju ke banda aceh” ungkapnya.
Sebelum star masuk menuju banda aceh visit year 2011, tentunya pemerintah kota kiat-kita melakukan sosialisasi sampai kemasyarakat bawah, kerjasama dengan pemerintahan gampong cukup efektif sehingga masyarakat tidak salah mengartikan kedatangan tamu luar. Sebutnya.
Kondisi yang kondusif membuat wisatawan nyaman adalah kunci keberhasilan program ini terlaksanakan, masyarakat diminta menumbuhkan sifat keramahtamahan yang sudah melekat di hati rakyat dapat di bangkitkan kembali.
Sehingga mereka (tamu dan wisatawan-red) yang datang ke banda aceh benar-benar menikmati suasana alam dan terkesan di hormati.
Tahun lalu saja ada sekitar 100 lebih wisatawan asing yang berkunjung ke Banda Aceh, kiranya pelaksanaan Syariat Islam tidak menghambat parawisata agar Kota Banda Aceh benar-benar terwujud sebagai Bandar Wisata Islami seutuhnya,” Urai Illiza.
Orang nomor dua di Kota Banda Aceh ini mengakui potensi dan peluang Aceh untuk mengembangkan diri dalam dunia pariwisata sudah cukup terbuka, namun kenapa tidak bisa berkembang dengan baik? Ini karena faktor baik masyarakat maupun pemerintah daerah sama-sama memandang sebelah mata terhadap semua obyek wisata yang ada serta wisatawan itu sendiri.
“Bahkan yang lebih sinis lagi ada sebagian warga masyarakat masih beranggapan turis atau wisatawan adalah sumber malapetaka yang bisa merusak tatanan, kebiasaan dan syariah,” ungkapnya.
Menurutnyam ada sekitar 113 obyek wisata di Aceh mulai dari objek wisata alam, obyek wisata sejarah dan obyek wisata bahari seperti Goa Putri Pukes, Benteng Indra Patra, Kerkhoff, Rumah Adat, Benteng Jepang dan sebagainya. Kesemua itu memiliki potensi besar untuk menarik minat wisatawan.
Begitu juga di Sabang dengan obyek wisata baharinya, obyek wisata hutan, air terjun serta beberapa objek lainnya. Begitu banyak obyek wisata di Aceh tapi penanganannya selalu tidak maksimal baik oleh pemerintah dan masyarakat
Bencana alam tsunami yang melanda Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 telah meninggalkan berbagai bekas yang mestinya juga merupakan obyek wisata terlangkah dan termahal di dunia. Tapi pada kenyataannya wilayah jangkauan tsunami itu sendiri nyaris tidak diketahui lagi oleh turis luar karena sudah ditaburi bangunan dan rumah-rumah warga
Selain objek wisata stunami, di Aceh mestinya juga ada dan terpelihara tempat-tempat yang dianggap basis konflik baik masa Operasi Militer (DOM) maupun Darurat Militer (DM), yang kemudian bisa dijadikan obyek wisata seperti “Rumoh Geudong, Bukit Tengkorak, Rawa Cot Trieng dan lain sebagainya.
Begitu juga dengan Biro Perjalanan Umum kita lihat berapa banyak Travel Biro di Aceh yang hanya hari-hari bertugas menjual tiket pesawat saja, padahal kita yakin BPU itu mampu membawa turis ke seluruh obyek wisata yang ada di Aceh. Tapi itu tidak berani dilakukan.
Kondisi ini lah yang kemudian dimanfaatkan Sumatera Utara, Sumatera Barat dan luar pulau Sumatera. Artinya, turis-turis asing yang datang ke Sumatera cukup mengunjungi obyek wisata di Medan, Prapat/ Danau Toba, Bukit Tinggi dan Padang
Maka dari itu mari sama-sama membenah dan melihat apa yang harus kita laukan bersama untuk meyakini bahwa banda aceh memiliki sejumlah tempat yang sangat strategis untuk tujuan wisata[]
0 komentar:
Posting Komentar